Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif yang mempunyai banyak kelebihan. Disamping merupakan energi terbarukan yang ramah lingkungan karena emisi yang dihasilkan relatif rendah, biodiesel juga bersifat biodegradable karena mudah terurai jika tumpah ketanah. Kelabihan lain adalah dapat dibuat dari minyak nabati dari berbagai jenis tumbuhan yang berasal dari sumber daya yang tersedia disuatu daerah atau negara. Di Jerman, biodiesel dibuat dari minyak rapeseed, di Amerika dibuat dari minyak kedelai, di India dibuat dari minyak jarak. Sedangkan di Indonesia dibuat dari CPO. Demikian paparan Prof. Arief Budiman pada pengantar Special Lecture on Biodiesel didepan mahasiswa pascasarjana (S2 & S3) Frontier Research Center, Tokyo Institute of Technology (TITech) belum lama ini (12/1/2012).
YOGYAKARTA – Sebanyak 59 orang maupun tim mendapatkan penghargaan Insan UGM Berprestasi di Grha Sabha Pramana, Kamis (15/12/2011) malam. Beberapa kategori penghargaan yang diserahkan oleh Rektor UGM Prof. Ir. Sudjarwadi,M.Eng., Ph.D., kepada 13 alumni, 16 mahasiswa, 14 pegawai, 9 dosen, dan 7 peneliti.
Perubahan paradigma UGM menjadi universitas riset berkelas dunia tidak hanya memberikan perubahan paradigma, kinerja dan pengelolaan universitas beserta seluruh stafnya, tetapi juga memberikan perubahan yang signifikan dalam peningkatan mutu dan pengelolaan riset dengan meningkatkan kolaborasi riset antara peneliti, industri dan masyarakat.
Sebagai puncak kegiatan Riset Industri Nasional (RISNAS) Tahun Anggaran 2011 Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat kepada Universitas Gadjah Mada (LPPM UGM) menyelengarakan Forum Riset Industri Indonesia ke-3 2011 (3rd IIRF). Kegiatan ini berlangsung pada tanggal 30 November -1 Desember 2011 di UGM Kampus Jakarta.
Sebagai riset group yang telah mencanangkan program go internasional, PSE (process system engineering) research group selalu menjaga tradisi ilmiah. Disamping secara rutin setiap dua minggu sekali diadakan seminar dari para peneliti yang terdiri dari mahasiswa S1, S2 dan S3, pada hari Jumat (28/9/2011) menghadirkan Dr. Anwar Usman, seorang peneliti Indonesia yang berkiprah di luar negeri, sebagai pembicara tamu. Demikian disampaikan Prof. Arief Budiman, D.Eng, koordinator PSE pada acara pembukaan kuliah tamu bertempat di Eco-mini plant PSE, JTK UGM.
Sebagai negara yang mempunyai sumber daya alam cukup banyak, Indonesia memiliki berbagai macam industri kimia, baik yang berskala kecil, menengah maupun besar. Ada lima kilang minyak besar yang dimiliki oleh PT. Pertamina, 5 pabrik pupuk berskala besar, serta beberapa pabrik semen dengan kapasitas produksi beberapa juta ton per tahun. semuanya berteknologi tinggi, pabrik-pabrik tersebut mengolah sumber daya alam menjadi produk yang banyak diperlukan masyarakat. “Meskipun beberapa industri tersebut sebagian sahamnya dimiliki oleh pemodal asing, namun semua pabrik tersebut dijalankan oleh tenaga ahli Indonesia. Bahkan pada dasawarsa terakhir ini, konstruksinya sudah dilakukan secara total oleh tenaga ahli Indonesia,” ungkap Prof. Ir. Rochmadi, S.U., Ph.D di ruang Balai Senat, Senin (26/9).
Gejala pemanasan global seperti terjadinya iklim yang tidak stabil, peningkatan permukaan air laut, gangguan ekologis dan peningkatan suhu global telah mulai kita rasakan. Bahkan sudah tidak menjadi rahasia umum lagi, betapa setiap tahun laju deforestasi atau penggundulan hutan selalu meningkat, sehingga total tutupan hutan sebagai penyangga kesinambungan ekosistem terganggu. Akibatnya, akan timbul perubahan iklim dan bencana alam, seperti banjir dan tanah longsor. Belum lagi, kenyataan bahwa buangan gas emisi kendaraan bermotor, rumah tangga dan pabrik mempunyai andil besar menjadikan bumi ini semakin panas. Demikian disampaikan Prof. Arief Budiman, M.S., D.Eng, Peneliti yang juga Koordinator Process System Engineering Research group UGM (11/4/2011).
Akibat kegiatan pengelolaan hutan berbasis produk kayu, laju berkurangnya hutan di Indonesia mencapai 2,8 juta hektar per tahun dari total luas 120 juta hektar yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia. Dari total luas tersebut, sekitar 60 juta hektar atau 50% nya sudah mengalami degradasi dan kerusakan. Kondisi inilah yang memicu Perum Perhutani untuk segera mendirikan industri derivat gondorukem dan terpentin, ungkap Ir. Achmad Fachrodji Direktur Industri dan Pemasaran Perum Perhutani dalam Focus Group Discussion (FGD) Pembangunan Industri Gondorukem dan Terpentin di Perum Perhutani Unit 1, Jawa Tengah, belum lama ini (29/3/2011). “Apalagi semua produk derivat gondorukem dan terpentin sangat laku keras di pasara dunia. Gliserol rosin ester, misalnya, saat ini semua produk yang dihasilkan dari industri gondorukem pasti diserap pasar”, kata Fachrodji.
Setelah hampir lima tahun berkonsentrasi pada pengembangan biodiesel generasi pertama (G1), PSE riset group akan segera melangkah untuk mengembangkan biodiesel generasi kedua (G2). Beberapa inovasi telah dilakukan untuk biodiesel G1, seperti mengembangkan teknologi proses pembuatan biodiesel yang efisien dan beroperasi secara kontinyu. Unit operasi ini dapat mereaksikan minyak dan methanol menjadi biodiesel, sekaligus melakukan recoveri metanol dalam unit yang sama. PSE riset group juga berhasil mengembangkan biodiesel berbahan baku limbah pengolahan minyak sawit yang berupa PFAD (palm fatty acid distillate) yang nilai ekonominya jauh dibawah minyak sawit ataupun minyak nabati yang lain. Di bidang katalis, peneliti di riset group ini juga telah berhasil mengembangkan katalis padat berbasis limbah biomassa sebagai pengganti katalis cair yang tidak ramah lingkungan. Demikian disampaikan oleh Prof. Arief Budiman, koordinator PSE riset group UGM, kamis 31/11/2011.
Saat ini terlihat pemerintah dengan serius memperhatikan pentingnya pengembangan BBM dari bahan terbarukan sebagai upaya mengurangi ketergantungan minyak bumi. Hal ini terbukti dengan telah adanya SPBU yang menyediakan biosolar yang merupakan campuran solar dengan biodiesel. Mengingat ketersediaan pasokannya yang terjamin, CPO masih menjadi andalan sebagai bahan baku utama. Hanya saja prabik biodiesel yang ada saat ini kebanyakan masih menggunakan cairan basa, seperti NaOH atau KOH, sebagai katalisatornya. Padahal setelah proses berakhir sisa katalisator yang korosif ini akan dibuang, sehingga akan menghasilkan limbah basa yang cukup banyak. Demikian disampaikan Prof. Arief Budiman, D.Eng, staf pengajar Jurusan Teknik Kimia UGM yang juga koordinator Process System Engineering (PSE) riset group belum lama ini.